![]() |
Ilustrasi pelecehan seksual para Pramugari. Sumber: JI SUB JEONG/HUFFPOST |
Oleh: Leya Cattleya
Di Indonesia,
pramugari dianggap posisi yang istimewa, khususnya di mata laki laki. Selain
cantik dan berpenampilan rapi, pramugari juga memiliki gaji yang cukup baik.
Gaji pramugari memang tergantung pada kebijakan masing masing perusahaan.
Data www.qerja.com
menunjukkan bahwa gaji pramugari Garuda Indonesia adalah berkisar antara Rp 15
sampai Rp 30 juta. Sementara, pramugari Citilink adalah Rp 13 juta dan NAM Air
adalah RP 8 juta. Secara umum, gaji mereka baik, karena lebih tinggi dari
sarjana S1 yang baru lulus atau fresh graduate. Padahal untuk
menjadi pramugari diperlukan pelatihan dan pendidikan yang relatif pendek. Jauh
lebih pendek dari pendidikan yang lain. Indonesia memang menarik.
Kisah tentang
pramugari juga cukup berbagai. Di luar kasus seorang pramugari yang pernah
diduga punya hubungan khusus dengan pilot dan punya kegiatan "khusus"
dalam kehidupan pribadinya, ternyata banyak laporan terkait kasus pelecehan
seksual yang dihadapi pramugari. Ini termasuk kasus pelecehan seksual yang dialami
seorang pramugari maskapai penerbangan ternama
yang dilaporkan karena Direktur Utama dan Direktur Operasional perusahaan
tersebut mengajak tidur sang pramugari. Karena si pramugari menolak maka ia
tidak diberi jam terbang. Ini dilaporkan si pramugari kepada Hotman Paris
Hutapea di bulan Juli yang lalu.
Adanya perhatian pada
kinerja perusahaan penerbangan baik swasta maupun milik pemerintah akhir akhir
ini, memuat kasus pelecehan seksual di dunia penerbangan juga mencuat. Ini
tentu perlu menjadi perhatian dalam rangka perbaikan kinerja perusahaan. Suatu studi terkait
prevalensi pelecehan seksual kepada pramugari yang diadakan oleh Direct
Line Travel Insurance pada 2018 menanyai 100 pramugari dan 2.000 penumpang.
Studi menghasilkan temuan bahwa 4 dari 10 pramugari mengalami pelecehan
seksual. Juga, ditemukan bahwa mayoritas pramugari, yaitu sekitar 68%,
menyatakan bahwa penumpang dengan pengaruh alkohol cenderung melakukan
pelecehan lebih tinggi. Ini dirilis oleh the Daily Mail di
tahun 2018.
Selanjutnya
terdapat suatu studi yang lebih besar yang diadakan oleh Asssociation
of Flight Attendance (AFA). Studi melibatkan lebih dari 3.500 pramugari
dari 29 perusahaan penerbangan Amerika yang dilakukan pada 27 Februari sampai
26 Maret 2018. Peserta survei adalah 80% perempuan dan 20% laki laki. Studi ini
juga konsisten dengan studi terdahulu, dengan temuan antara lain:
- Sebanyak 68% pramugari pernah dilecehkan secara seksual selama karirnya, kurang lebih antara 3 sampai 5 kali;
- Sebanyak 35% alami pelecehan seksual verbal di tahun 2017. Pelecehan itu berupa kalimat yang kasar, tidak pantas, membuat tidak nyaman, berbau seksual, "mengajak", dan "kotor". Pramugari juga dipakai oleh pelanggan/penumpang dalam fantasi seks mereka. Juga pramugari digoda untuk melakukan hubungan seksual atau ditunjukkan video atau gambar porno; Karena seringnya gangguan, pada umumnya, pramugari tidak peduli atau membelokkan objek pembicaraan yang berbau pelecehan seksual;
- Sebanyak 18% pramugari melaporkan adanya pelecehan seksual fisik seperti sentuhan pada payudara, rabaan di pantat, tarikan tubuh, rabaan dari luar maupun di dalam seragam pramugari; Sayangnya, hanya 7% pramugari melaporkan pengalaman dan kasusnya kepada pimpinannya;
- Sebanyak 68% pramugari tidak pernah melihat adanya pelaporan kasus pelecehan seksual dilaporkan.
Memang AFA telah beroperasi selama 72 tahun dan menjadi suara para pramugari di Amerika, sehingga hasil studi itu kemudian dipresentasikan untuk perubahan kebijakan dan lingkungan kerja di perusahaan penerbangan.
PELECEHAN SEKSUAL HAMPIR ADA DI SEPANJANG KARIR PRAMUGARI
Di tahun 2016, Tempo
pernah merilis berita soal pengalaman pelecehan yang diterima oleh pramugari
Garuda Indonesia dan ini tersebar di media sosial. Pramugari itu adalah
pramugari Garuda Indonesia yang sedang bekerja dalam penerbangan Jakarta
Yogyakarta. Ketika pramugari sedang melakukan pekerjaannya, terdapat dua
laki-laki yang menggodanya dengan candaan berbau seksual.
Saya kira kasus
seperti itu benar adanya. Sepanjang hidup saya menumpang penerbangan, saya
hampir selalu melihat peristiwa serupa. Ketika pramugari mengecek sabung
pengaman dan berjalan berkeliling ke masing masing kursi pelanggan, beberapa
pelanggan laki-laki masih saja mengeluarkan komentar, "Ayo sini, Mbak.
Duduk dengan saya".
Pernah saya duduk di
deretan kursi emergency. Ketika pramugari memberikan penjelasan
tentang prosedur evakuasi pada saat emergency, penumpang laki-laki
yang duduk di sebelah saya malah menggoda, "Oh gitu ya? Lalu saya bisa ga
dibantu mbak secara khusus?"
Saya heran. Ini dalam
situasi kerja yang formal dan untuk isu yang serius. Saya ingatkan laki-laki
itu. Dan seperti yang saya duga, itu jadi bumerang bagi saya. Ia marah-marah
dan bersikap tak bersahabat. Ini juga terjadi ketika saya menegur kawan satu
tim yang sedang lakukan perjalanan bersama dan ia mengganggu pramugari.
Di tahun 2012, seorang
pramugari Lion Air juga pernah melaporkan bahwa ia hampir menjadi korban
perkosaan oleh bekas penyerang andalan Sriwijaya Football Club (SFC),
Palembang, Hilton Moreira, yang kemudian ditetapkan menjadi menjadi tersangka.
Sayang sekali, kemudian akhirnya Hilton dibebaskan secara bersyarat oleh Polda
Metro Jaya, pada Februari 2012.
Kantor berita Korea
Selatan, Yonhap, bahkan pernah membuat tuduhan kepada Garuda Indonesia terkait
pelecehan kepada calon pramugari saat tes penerimaan pada April 2011. Saat itu,
pihak Garuda Indonesia mewawancarai calon awak kabin asal Korea yang
diperintahkan untuk melepaskan semua pakaiannya, kecuali pakaian dalam, untuk
menjalani pemeriksaan kesehatan. Seorang dokter laki laki disebut meraba payudara
calon pramugari tersebut dengan alasan memeriksa implan payudara sang calon
pramugari. Hal ini kemudian dilaporkan oleh beberapa calon pramugari sebagai
prosedur yang memalukan.
Hal tersebut pernah
direspon sebagai tidak benar oleh Juru bicara Garuda. Ia mengatakan bahwa
prosedur pemeriksaan kesehatan oleh Garuda sesuai dengan standar profesi dunia. Di luar hal di atas,
adalah memprihatinkan bahwa pelecehan seksual kepada pramugari seakan bukan
lagi sesuatu hal yang biasa, tetapi sesuatu yang niscaya.
Karena saking
seringnya mendapat pelecehan, seorang pramugari mengatakan, "If someone
grabs my butt or pulls me onto their lap, I tell them to knock it off and keep
going." Jadi, "Jika
seseorang meraba pantat saya atau menarik saya dalam pangkuannya, saya katakan
pada mereka untuk stop dan saya melanjutkan kerja." Sedih juga membacanya.
Di lain waktu, pilot menggoda pramugari yang masih muda itu seakan mereka bisa
diajak "dating".
Memang pelecehan
seksual di udara seakan dianggap biasa, namun ini tentu tidak bisa terjadi
terus menerus. Bukan alasan kita untuk bisa melecehkan seseorang hanya karena
ia bekerja melayani kita dan kebetulan ia cantik, cakep atau menarik.
KONVENSI TERBARU ILO TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DAN PELECEHAN SEKSUAL DI TEMPAT KERJA
Pada 21 Juni 2019 yang lalu, ILO melakukan upaya baru untuk memperkuat konvensi
terkait upaya menyetop pelecehan seksual di tempat kerja. Wakil dari negara
negara anggota Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) dari dari Uganda, Namibia,
Perancis, Kanada, Selandia Baru, Filipina, dan negara negara Amerika Latin
serta negara di Karibia, serikat pekerja dan wakil perusahaan telah melakukan
negosiasi selama 2 tahun. Ini untuk mengharuskan
agar negara anggota PBB mengadopsi "The ILO Convention on Violence and
Harassment", dan sekaligus mengimplementasikan
rekomendasi-rekomendasinya.
Konvensi
ILO ini memperluas definisi pelecehan seksual di tempat kerja dengan cakupan
serangkaian perilaku dan praktek, baik tindakan yang dilakukan satu kali atau
dilakukan berulang yang menyebabkan adanya pelecehan seksual secara fisik,
psikis, verbal, seksual ataupun secara ekonomi. Ini juga mencakup kekerasan
berbasis gender lainnya.
Konvensi itupun tidak
hanya mencakup pelecehan seksual di dalam ruangan kerja, tetapi juga kekerasan
dan pelecehan seksual di fasilitas transportasi, atau ketika sedang melayani
pelanggan.
Konvensi juga
mengharuskan perusahaan memiliki ruang pengaduan atas kasus kekerasan dan
pelecehan seksual di tempat kerja. Negara anggota PBB diwajibkan
mengidentifikasi sektor yang paling rentan dengan pelecehan seksual dan perlu
melakukan langkah pencegahan dan mitigasinya.
Indonesia perlu lebih
aktif untuk mengenal serta meratifikasi konvensi ini. Upaya upaya sporadis
tentu dilakukan beberapa pihak, tetapi peran pemerintah harus lebih kuat dan
serius. Pelecehan seksual dan diskriminasi tidaklah diperbolehkan oleh konvensi
CEDAW yang kita telah ratifikasi. Namun pelanggaran terus terjadi.
Pelecehan seksual juga
tercantum dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang sedang
diperjuangkan. Namun, upaya melalui ratifikasi ILO secara khusus akan
melindungi pekerja, khususnya perempuan.
Tiadanya kebijakan
membuat Cathay Pacific, misalnya, mencabut keharusan pramugari untuk mengenakan
seragam baju rok pendek. Selain untuk kenyamanan, pramugari memilih baju yang
dapat melindungi saat mereka bekerja. Pramugari melaporkan bahwa baju yang
pendek sering memancing pelecehan seksual. Memang baju bukan alasan. Orang
tetap melecehkan secara seksual karena budaya patriarkhi. Namun, bisa dipahami.
Dengan baju pendek dan mengangkat kopor di atas kepala penumpang yang tak
berjarak tentu mengerikan.
Di Amerika, pramugari
pramugari yang pernah mengalami pelecehan akhirnya melakukan sesuatu. Pramugari
dari Delta dan Union di Amerika memilih membuka pengalaman pelecehan seksualnya
melalui gerakan #MeToo.
Mereka bertekad
membuka hal ini karena perusahaan penerbangan tidak pernah melakukan tanggapan
untuk membela pramugari. Mereka berharap pihak menajemen akan melakukan
tindakan akan apa yang mereka laporkan. Union mengajak perusahaan penerbangan
lain untuk melakukan langkah yang sama.
Gerakan #MeToo menekankan
perlunya menyetop guyonan yang menempatkan pramugari sebagai objek seksual
dengan kalimat "Coffee, tea, or me".
Bukan hanya di
kalangan pramugari pelecehan seksual terjadi. Dari pengalaman saya bekerja,
tidak sedikit pelecehan seksual di tempat kerja terjadi. Kawan kerja, sahabat,
keluarga terdekat, dan saya pun pernah alami pelecehan seksual. Sayangnya,
rendahnya pemahaman lembaga dan petinggi lembaga serta tak adanya mekanisme
pelaporan membuat penyintas harus memecahkan persoalannya sendiri.
Seorang pejabat yang
saat ini pada posisi kepala badan menyampaikan bahwa dulu ia pernah alami
pelecehan serius ketika berada di ruang pejabat yang lebih senior di lembaga
tempat ia bekerja sebelumnya.
Namun ketika ia
melaporkan kasusnya kepada pimpinan langsungnya, ia bahkan mendapat teguran dan
bahkan mendapat serangan balik. Iapun alami pelecehan seksual ketika uji
jabatan yang ia lamar untuk posisi senior. Ia tidak diminta mempresentasikan
pemikiran, tetapi dicecar pertanyaan tentang kasus pelecehan yang pernah ia
laporkan. Saya gemas sekali mendengarnya. Ingin rasanya laporkan hal seperti
ini langsung ke Pak Jokowi.
Pelecehan seksual juga
saya alami di masa lalu. Laporan lisan dan tertulis yang saya layangkan ke
pimpinan lembaga tidak diindahkan. Saya pun memilih untuk mengundurkan diri
dari tempat kerja tersebut. Pelecehan seksual sangat menyakitkan, merendahkan,
dan menyisakan trauma. Malam tanpa tidur akibat trauma akibat pelecehan seksual
tidak mudah hilang dan itu mengganggu konsentrasi kerja.
STOP PELECEHAN SEKSUAL DI TEMPAT KERJA YANG DIHADAPI PRAMUGARI/ PRAMUGARA INDONESIA
Bagaimana dengan pramugari dan pramugara Indonesia? Saya hanya menemukan adanya
Forum Flight Attendant Indonesia di Facebook dan tampaknya forum yang tidak
aktif. Selain hanya membagi informasi terkait lowongan kerja
pramugari/pramugara di perusahaan penerbangan, laman ini juga hanya aktif di
2014-an saja.
Apakah pramugari
Indonesia tidak berkeinginan berserikat dengan lebih serius dan mulai berani
membuka pengalamannya dalam program semacam #MeToo? Bila dibentuk asosiasi
pramugari Indonesia dan menuntut perusahannya untuk membuat unit pelaporan
kasus pelecehan seksual di tempat kerja, tentu hal ini akan sangat membantu
pramugari yang hadapi masalah. Siapapun perlu merasa aman bekerja. Pramugari
yang terlindungi tentu akan meningkat produktivitas kerjanya.
Jakarta, 10 Agustus 2019
No comments:
Post a Comment