![]() |
Mengenali Kebahagiaan |
Kedua, kebahagiaan harus dikenali. Hidup bukanlah perlombaan, karenanya kebahagiaan juga bukan sesuatu yang diraih dengan perlombaan dimana pemenangnya dipertunjukkan dengan bangga sebagai yang terbaik. Dalam mengenali kebahagiaan, manusia harus membebaskan pikirannya agar sayap imajinasinya mengepak dan terbang jauh sementara saat bersamaan pikiran itu digunakan. Hm, seperti mencuci tangan kanan dengan tangan kanan. Terdengar tidak masuk akal, tetapi begitu cara kerja manusia mengenali dirinya sendiri. Berpikir diluar kotak, bebas dan tidak menekan diri sendiri. hal ini dilakukan untuk membantu kita membebaskan diri sendiri dari keruwetan yang kita ciptakan, kita maklumi dan kita jadikan kebiasaan. Karenanya mereka yang membuat ruwet hidupnya akan sulit mendapatkan kedamaian, apalagi kebahagiaan. Kemudian ia menuntut pihak lain untuk bertanggungjawab atas kebahagiaan sendiri. Bagaimana bisa demikian?
Manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas dan selalu ingin mendapat lebih.
Sudah lazim jika manusia merasa ia memiliki hidup apabila ia sukses mendapatkan
apa yang diinginkannya, padahal hakikat memiliki adalah memberi. Apa yang kita
berikan untuk kehidupan, itulah yang kita miliki. Sebab saat memberi kita
sedang melakukan investasi kebaikan untuk orang lain, dan kebahagiaan untuk
diri sendiri. Seperti matahari, ia memberi dan membagi cahayanya dengan teratur
kepada seisi bumi tanpa pandang bulu. Ia tidak meminta apa-apa sebagai
timbal balik. Tetapi hukum alam memberikan balasan setimpal bagi matahari. Lihatlah benih
saat menyembul dari tanah, bukankah ia menghadap matahari sebagai sumber
cahaya?
BACA JUGA: Happiness Inside, Cara Bahagia Bersama Gobind Vashdev dan Tika Damayanti
BACA JUGA: Happiness Inside, Cara Bahagia Bersama Gobind Vashdev dan Tika Damayanti
Manusia juga sering mengeluh. Segala sesuatu yang berjalan tidak sesuai keinginanya dianggap sebagai sesuatu yang salah dan menimbulkan ketidaknyamanan. Mungkin hanya sedikit orang yang melihat keindahan ditengah kemacetan, hujan deras, cuaca panas bahkan musibah. Mereka inilah yang dianggap telah menemukan kebahagiaan dan beruntung, sebab keadaan dalam dirinya tidak dipengaruhi segala sesuatu yang terjadi diluar dirinya. Mereka yang sanggup melihat keindahan ditengah kesengsaraan, kesemrawutan dan prahara adalah mereka yang telah memilih, memilih menjalani hidup dengan hatinya dan membiarkan hati menuntunnya.
Untuk bisa
mendengarkan suara hati, kita perlu mengheningkan pikiran dari ketakutan akan
masa depan, tentang untung rugi. Saat kita bekerja dengan hati, semesta akan
menghubungkan kita dengan hati-hati yang lain dalam peristiwa yang mungkin kita
anggap sebagai kebetulan. Gobind Vashdez menyadur buku Deepak Chopra dimana
terdapat penjelasan bahwa kebetulan merupakan pesan dari semesta bahwa hidup
merupakan rangkaian perjalanan hati. Hati yang seirama akan menemukan temannya.
Sebab semesta hanya akan menjawab segala kegundahan apabila kita telah siap
menerima segala ajarannya, seperti guru yang siap mengajar jika murid sudah
datang dan siap menimba ilmu.
Dalam mengenali kebahagiaan, manusia bisa jadi menemukan kegagalan karena keyakinan yang memenjara dirinya sendiri. Misalnya, "saya tidak mungkin bahagia," atau "saya tidak mungkin sukses," dan sebagainya yang memenjara kapasitasnya dalam meraih kesempatan untuk bahagia. Untuk membuat penjara itu hancur dan terbebas, manusia perlu menggerakkan dirinya. Itulah yang disebut perubahan. Dan potensi itu akan mudah dikembangkan saat kita telah mampu terbebas dari penjara pikiran kita sendiri dan mengenali diri sendiri.
Dan pernahkah kita mengatakan "aku cinta kamu," atau "aku sayang kamu," pada diri kita sendiri? Mungkin terdengar aneh, tapi memang demikian adanya. Agar kita bisa dicintai orang lain dan semesta, pertama-tama kita harus mencintai diri sendiri, dengan demikian kita mengenali diri kita sendiri dan tidak bergantung pada pandangan dan perlakukan orang terhadap kita. Bagaimana kita ingin diperlakukan, maka seperti itulah kita harus memperlakukan orang lain dan semesta. Apa yang kita tanam terhadap diri sendiri akan menjadi cermin apa yang kita terima dari semesta.
Sepanjang
hidup, bisa jadi kita begitu rajin mengucapkan "terima kasih,"
pada orang lain, tapi tak pernah sekalipun mengatakan yang sama pada diri
sendiri. Bukankah indah jika kita bisa memberikan penghargaan pada
diri sendiri. Misal, setiap menjelang tidur kita diam sejenak, menaruh telapak
tangan kanan di atas dada kiri -tepat diatas jantung- dan
mengucapkan terima kasih. Kita harus menyembuhkan diri sendiri dari kemarahan
dan membangkitkan kebahagiaan, seperti saat kita menenggak habis segelas air
putih untuk menghilangkan haus.
Cara termudah untuk melakukan uji coba dalam mengenali kebahagiaan bisa diawali dengan satu komitmen bernama "no complain day" yaitu hari dimana kita tidak melakukan komplain atas kesalahan apa pun yang dilakukan orang lain yang menurut kita mengganggu dan menyebalkan. Sebab komplain dan kebahagiaan adalah umpama gelap dan terang yang selamanya tidak akan pernah bisa bersanding. Keduanya bertolak belakang dan saling menjauhi. Karena itu, "no complain day" bisa menjadi cara berlatih untuk mengurangi keluhan, menyalahkan orang lain atas kegagalan atau musibah yang kita alami, dan memaafkan hal-hal tersebut. Sebab bisa jadi, kemarahan kita akan hal-hal sepele akan berdampak sangat besar pada orang lain dan bahkan lebih besar dari itu. Tetapi memang, memaafkan hanya bisa dilakukan oleh para pemberani.
Terakhir, fokuslah pada hati, pikiran dan diri kita dimana kebahagiaan itu telah terprogram sebagai bawaan lahir. Jika kita fokus pada benda-benda atau segala sesuatu diluar diri kita dalam mengenali kebahagiaan, maka sesungguhnya kita telah mengingkari tujuan penciptaan diri kita. Jangan sampai kita menjadi manusia yang merubah dirinya sebagai robot, yang bekerja keras tanpa kenal waktu untuk meraih apa yang dianggapnya tidak dimilikinya, lalu kemudian menggunakan apa yang telah diraihnya untuk mendapatkan kebahagiaan dan hatinya yang meninggalkannya.
Tulisan ini disarikan dari bagian 2 (hal 94-182) buku "Happiness Inside" karya Gobind Vashdev.
Bersambung...
Jakarta, 12 Mei 2016
Sumber gambar:
https://itunes.apple.com/us/book/lulu-where-is-my-happiness/id660156929?mt=11
http://quotesgram.com/stop-depending-on-others-quotes-about/
No comments:
Post a Comment