![]() |
Sejarah Dunia untuk Pembaca Muda |
Jika diurai dengan
demikian detail, sejarah dunia sejak bumi ini ada betapa panjangnya harus
ditulis. Para sejarawan pasti harus bekerja sangat keras selama 24
jam 7 hari tanpa istirahat. Apa yang terjadi di bumi, dengan generasi yang
silih berganti dan peradaban yang katanya semakin canggih, tentulah bukan
perkara sederhana untuk diceritakan hanya oleh sebuah buku setebal 300 halaman.
Tapi, tak disangka-sangka ternyata ada seorang lelaki di sebuah tempat di wilayah
dingin di Eropa yang memberanikan diri menulis ulang sejarah dunia dengan cara
berbeda. Ya, dia menjadikan sejarah dunia sebagai materi dalam dongeng
yang dibuat untuk cucu-cucunya.
Ernst H. Gombrich adalah seorang kakek.
Sebagai manusia yang telah melihat bagaimana dunia berubah, ia tidak ingin anak
muda di peradaban berikutnya melihat sejarah dengan cara keliru. Atau belajar
sejarah dengan cara yang salah sehingga mereka membencinya. Maka ia
mencoba menuliskan sejarah dengan cara berbeda. Ia memilih mendongeng
tentang sejarah dunia sejak zaman tak terbayangkan bernama pra sejarah sampai
pasca Perang Dunia 1.
Bayangkanlah seakan-akan sang kakek mengajak beberapa
orang cucunya yang remaja bertamasya menggunakan balon udara dan saat
melihat-lihat kebumi dari ketinggian yang tidak terlalu meninggalkan bumi, si
kakek mulai bercerita tentang sejarah kehidupan manusia sejak dulu sampai
sekarang. Para cucu yang penasaran mendengarkan dengan
penuh minat, tentu saja sembari menikmati pemandangan bumi dibawah mereka yang
memukau.
Buku ini berisi 40 bab yang dimulai dengan petualangan mundur sangat
jauh ke belakang, ke zaman dahulu kala umpama membongkar rajutan kain cantik
menjadi benang yang sangat panjang, ke zaman dimana bumi sebagai planet baru yang
masih labil siap menjalankan tugasnya, bahkan zaman sebelum itu. Dan
diakhiri oleh sebuah bab yang berisi harapan penulis tentang sejarah dunia
yang ia alami dalam masanya.
Ia mencoba menekankan bahwa bukunya bukan ditulis
untuk menggantikan buku-buku sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah secara
resmi, melainkan sebagai sebuah perspektif atas sejarah yang dia alami sebagai
manusia. Dimana ia menyaksikan berbagai perubahan terjadi pada masanya,
termasuk kemajuan teknologi yang bisa melipat bumi yang luas (sebenarnya
sih kecil) dan menghubungkan jumlah manusia yang semakin banyak dengan cara
yang sangat berbeda dengan ketika ia masih kecil. Karenanya ia berharap
kedepan, setelah ia tiada, masa depan yang kelak menjadi sejarah bagi
cucu-cucunya adalah sebuah masa yang baik, misalnya tak ada lagi perang dan manusia
semakin sejahtera.
MANUSIA SELALU PERANG
Sejarah manusia (tak bisa dipungkiri) adalah
perang satu sama lain. Sejak zaman dahulu hingga kini perang itu terus
berlangsung. Yang membedakan mungkin hanya alat yang digunakan untuk membunuh
dan menaklukkan, sebab apa yang direbutkan masihlah sama; kekayaan dan
kekuasaan. Perang-perang yang terus berlangsung antara satu kelompok
dengan kelompok lain; antar satu kerajaan dengan kerajaan lain; antar negara
dengan negara lain memang menciptakan banyak nama pahlawan besar yang kita
kenal hingga saat ini, misal Napoleon Bonaparte atau Julius Caesar.
Setiap
kelompok memiliki alasan masing-masing untuk berperang, menaklukkan,
mengalahkan dan melahirkan pahlawannya. Meski tak sedikit dari mereka yang
kemudian tersisih dari perang baru yang diciptakan generasi mudanya.
Membaca buku ini seperti membaca sejarah
penaklukan dan perang, khususnya di negara-negara di benua yang kini kita kenal
sebagai Eropa. Meski kemudian penulis juga menceritakan kisah-kisah di
peradaban lain seperti peradaban sungai Nil di Mesir, Messopotamia, Persia,
China, dan Mongolia, namun buku ini sangat Eropa. Yah, mungkin
literatur yang penulis miliki sebagian besar tentang Eropa. Sebab sangat
kentara bahwa kisah-kisah heroik di belahan dunia lain yang kompleks dan
penuh peperangan diceritakan dengan sangat singkat, bahkan tanpa sempat
menyentuh kerajaan-kerajaan di wilayah Asia Tenggara seperti Thailand,
Majapahit, Sriwijaya, Jepang. Juga hanya sedikit sekali berkisah tentang
peradaban di Amerika bagian tengah dan selatan.
Jadi, sejarah dunia selama 5000
tahun yang penuh peperangan ini memiliki semacam missing link dengan
sejarah di bagian Timur bumi pada periode yang sama.
Dan sayangnya, harapan penulis mengenai masa
kini yang lebih baik sepertinya tidak terwujud 100% deh. Perang masih terjadi
di mana-mana, baik penaklukan antar negara maupun perang sipil yang berbasis
etnik dan agama. Meski negara-negara di Eropa tidak bergejolak sebagaimana
dimasa lampau, Yunani mengalami krisis (dan mungkin mengalami apa yang
dialami nenek moyang mereka dimasa lampau sebagaimana diceritakan dalam
buku ini); dan tentu saja ex-konstantinopel yang kini bergejolak oleh bom bunuh
diri di Ankara.
Dan wilayah Asia tentu saja yang terparah sebab
perang di wilayah ini belum benar-benar berhenti. Timur Tengah masih babak
belur setelah penyerbuan Amerika ke Irak pada
2003 dan lahirnya ISIS yang menyebalkan; Palestina dan Israel masih saling
bertarung satu sama lain; Korea Selatan dan Korea Utara yang masih saja saling
tarik ulur meski rakyatnya merindukan persatuan; dan beberapa negara di
Asia Tenggara yang saling bertetangga masih saling berperang di lautan karena
berebut wilayah penangkapan ikan.
Jadi -entah kapan perang ini akan
berakhir dan manusia hidup saling menghasihi satu sama lain- ketika membaca
buku ini aku merenung betapa manusia sangat suka berperang, saling menaklukkan
dan mengalahkan. Setiap kelompok manusia dengan karakter yang sama yang
kemudian membentuk negara masing-masing ternyata ada loh yang bosan dengan
kenyamanan dan suka sekali tantangan, salah satunya dengan menaklukkan kelompok
lain di wilayah mereka.
Dan meski peperangan -dan bahkan pembantian secara
sengaja seperti yang terjadi di Jerman, Vietnam dan Indonesia di masa
lampau, jumlah manusia ternyata bukan berkurang malah semakin bertambah.
Bahkan diperkirakan pada 2030 jumlahnya mencapai 9 milyar. Wah, ini mah jumlah akan
membuat perang memperebutkan sumber daya alam semakin heboh. Dan mungkin dimasa
depan kita akan melihat negara mana yang akan menjadi penguasa, setelah Amerika
pada abad ini tentu saja.
Baiklah, diakhir tulisan aku ingin menyampaikan
bahwa buku ini sangat bagus dan direkomendasikan untuk menjadi bacaan
wajib anak-anak muda, juga guru-guru di sekolah dan para orangtua. Sejarah
bukan milik siapa-siapa, melainkan milik seluruh manusia sebab ia cermin dari
masa lampau untuk dijadikan patokan dalam bertindak hari ini dan masa
depan. Dan tentu saja metode penulisan ini bisa digunakan
siapapun untuk bisa menggaet pembaca muda berminat membaca.
Depok, 19 Maret 2016
No comments:
Post a Comment