![]() |
Novel "My Name is Red" edisi bahasa Indonesia. Foto karya pribadi. |
Kisah ini dimulai oleh pengakuan ruh sesosok mayat yang merasa sedih karena
tubuhnya mulai membusuk dalam sebuah sumur. Sebagai mayat, ia dicemplungkan paksa oleh si
pembunuh pada suatu malam yang gelap pasca cekcok soal sebuah lukisan terbaru
yang keluar dari pakem. Si mayat itu bernama Elok Effendi, seorang pelukis
kerajaan yang bertugas melukis buku-buku dengan sepuhan terindah untuk
menyenangkan Sultan. Lalu, Hitam Effendi yang telah berkelana selama 12 tahun
lamanya kembali ke Istanbul atas panggilan pamannya karena ia membutuhkan
bantuannya untuk sebuah proyek buku Sultan dengan lukisan-lukisan indah yang
menggunakan teknik terbaru. Saat kembali ke Istanbul dan harus bertemu dengan
kekasihnya yang telah menikah dengan lelaki lain sebenarnya sungguh berat bagi
Hitam, apalagi kemudian seorang Seniman kerajaan dibunuh dan belum diketahui
siapa pembunuhnya. Apakah sebuah kebetulan? Apakah Hitam yang membunuhnya?
Pada masa itu ada 4 orang seniman kerajaan yang paling terkemuka dan tentu saja
usia mereka sudah tua. Masing-masing dari mereka memiliki keunggulan dan saling melengkapi satu sama lain dalam proses menghasilkan
sebuah karya seni untuk dipersembahkan pada Sultan. Nah, Elok Effendi si mayat
memiliki keahlian melukis bagian-bagian buku dengan teknik China; ia merasa memiliki keahlian yang lebih tinggi dari 3 seniman lainnya, sehingga ia selalu merendahkan kemampuan mereka.
Si Pembunuh yang merasa bahwa membunuh
Elok Effendi merupakan sebuah langkah bagus untuk menghindarkan para seniman
dari tindakan penistaan terhadap Islam melalui media seni dan sebagai seniman
Istana ia juga merasa lebih unggul dari Elok yang kini tengah dicari
orang-orang. Sedangkan Enisthe Effendi yang tengah membuat sebuah proyek buku
baru untuk Sultan ingin memanfaatkan Hitam karena keponakannya seorang
ilustrator. Sebenarnya sih, niat terselubungnya adalah menikahkan Elok dan
Shekure putrinya yang seorang janda sebagai tebusan atas rasa bersalah karena
dulu ia menolak menikahkan mereka berdua.
Setelah melakukan berbagai penyelidikan kesana kemari, misal dengan teknik
membandingkan cara melukis masing-masing orang Hitam bisa memastikan siapa
pembunuh Elok. Bahkan dengan bantuan Tuan Osman si kepala iluminator kerajaan,
Ia dengan mudah bisa mengakses gudang berisi benda-benda seni milik Sultan guna
melakukan penilaian dan membaca siapa sih si pembunuh melalui cara mereka
melukis, bahkan dari cara mereka membuat garis. Setiap seniman tentu memiliki
karakteristik masing-masing meski belajar dari guru yang sama bahkan
menggunakan metode yang sama. Setiap goresan kuas adalah penggambaran karakter
si pelukis, harapannya bahkan kebanggaan dalam dirinya.
Ketika si pembunuh merasa tersudut dan ia telah kehilangan ketenangan, ia
membunuh Enisthe Effendi dengan bejana berisi tinta China di bengkel lukisnya.
Maka ia telah membunuh dua seniman dan berniat melarikan diri. Shekure sang anak memanfaatkan kematian ayahnya untuk terhindar dari kemungkinan kembali ke rumah
ayah mertuanya demi menikahi adik iparnya yang mabuk kepayang. Maka ia dan
Hitam membuat sebuah strategi agar pernikahan mereka berlangsung secepat
mungkin sebelum masyarakat sadar bahwa Enisthe sudah meninggal dan Shekure tak
punya wali. Juga untuk memastikan si pembunuh merasa kalang kabut sebab belum
ada pengumuman resmi kematian di seniman kerajaan.
Hitam kemudian menghabiskan sisa hidupnya sebagai suami Shekure, ayah dua bocah
tampan dan nakal, juga sebagai seniman kerajaan yang cemerlang. Selain tubuhnya
tak setegap sebelumnya karena sebuah perkelahian membekuk penjahat telah
membuat bahunya miring dan selalu murung, hidup Hitam baik-baik saja. Meski
sepertinya tidak bahagia. Shekure yang seumur hidupnya memahami dunia para
seniman menyadari bahwa memang para pelukis seringkali tidak bisa melukis
kebahagiaan yang ingin mereka temukan, melainkan hanya melukis dunia dan hidup
yang terhampar di hadapan mereka. Begitulah hidup. Seperti Istanbul yang terus
berubah.
***
Aku lumayan kesulitan menikmati novel ini bukan saja karena semua tokoh
dijadikan orang pertama. Juga karena detail yang lumayan memusingkan. Yang
pasti, sebagaimana novel-novel Pamuk yang lain sangat kental nuansa benturan
kebudayaan antara Islam dan Barat , novel ini sangat kaya. Sebuah artikel di the
Guardian bahkan menyatakan bahwa "Orhan Pamuk's novel is a
philosophical thriller constructed around the clash between these two views of
artistic meaning, which is also a chasm between two world civilisations. Great
fiction speaks to its time; in the week of the American suicide bombings, this
outstanding novel clamours to be heard," sebagai sebuah penghargaan
atas kemampuan Pamuk dalam menggambarkan kondisi mencekam dalam benturan kebudayaan
di Istanbul saat itu, melalui novel-novelnya seakan-akan ia hidup dalam
tulisannya sendiri.
Novel yang mulai ditulis tahun 1994 dan rampung tahun 1998 ini memberikan kita
pengetahuan mengenai seni dalam masyarakat Islam yang memegang peranan penting
sehingga proses pembuatannya bahkan harus mempertimbangkan apakah seni tersebut
bertentangan dengan hukum Islam atau tidak. Seni yang mungkin kurang
dipertimbangan masyarakat Islam saat ini. Orhan Pamuk berhasil
menggambarkan dengan indah pertentangan itu sebab para seniman dunia Islam toh
belajar juga dari para seniman China dan bahkan Eropa yang kala itu sangat
populer. Seni, misalnya sebuah lukisan, kadangkala tidak menggambarkan lukisan
itu sendiri melainkan mengabarkan sebuah peristiwa, perasaan, harapan dan
keadaan pada masa lukisan itu dibuat. Dalam novel ini bahkan terjadi
pertentangan antar seniman apakah lukisan Sultan harus selalu paling gagah
diantara yang lain, lalu bagaimana dengan kuda, pohon bahkan anjing?
Novel ini, yang menggambarkan 20 karakter, dengan cerdas menampilkan proses
pembuatan sebuah karya seni yang indah, deskripsi sebuah lukisan dan versi dari
puisi-puisi klasik ternama. Ada banyak nama seniman yang diceritakan dalam
novel ini yang memiliki pengaruh pada dunia Islam saat itu, juga memiliki
hubungan dengan kekaisaran China dan Mongolia. Juga perdebatan mengenai teknik
melukis, hubungan antara sebuah lukisan dengan moral dalam masyarakat; pengaruh
digunakannya teknik Barat sampai masa depan seni masyarakat Islam termasuk para
seniman yang pada masa tuanya seringkali mengalami kebutaan karena mata mereka
kelelahan.
Keindahan lain dalam novel ini adalah setiap tokoh memiliki suara mereka
masing-masing seperti kebanggaan terhadap diri dan karya sendiri, harapan,
impian dan bahkan kebencian kepada orang lain. Bahkan anjing, koin (misal
perjalanan si koin bahkan bercerita pada kita mengenai satu babak dalam sejarah
ketika koin emas dipalsukan untuk membuat ekonomi suatu bangsa babak belur),
setan, kertas dan tinta memiliki pendapat mereka masing-masing. Para tokoh juga
digambarkan tak sempurna sebagai manusia sehingga tak ada satupun yang memiliki
kelebihan di atas yang lain. Tidak ada pahlawan dalam cerita ini. Setiap orang
memiliki pandangan hidup, harapan, kebahagiaan, kesedihan, keputusasaan,
kegilaan dan kesuraman masing-masing.
THE ISLAMIC ART
Pada periode 1600-1800an seni dalam dunia Islam
sangatlah penting, dimana kaligrafi, lukisan dan penjilidan buku diperhatikan
secara khusus. Proyek pembuatan buku-buku bagus yang disertai ilustrasi dan
lukisan biasanya mendapatkan perhatian khusus dari sultan mulai dari pembiayaan
yang besar dan dikerjakan oleh seniman ternama. Selain sebagai investasi,
buku-buku indah tersebut juga bisa digunakan untuk simbol status, bahan
sumbangan publik dan hadiah yang diberikan kepada para raja sebagai simbol
ikatan persahabatan. Setiap buku biasanya dikerjakan oleh beberapa seniman
dengan keahlian yang sudah diakui. Ada yang khusus menulis kaligrafi, melukis
keindahan alam, membuat potret Sultan, menggambarkan peperangan atau sekedar
mewarnai saja. Intinya, proyek demikian sangat penting karenanya mereka yang
terlibat didalamnya merasa penting juga.
Sayangnya lukisan-lukisan zaman Ottoman ini tidak terkenal sebagaimana
lukisan-lukisan di kerajaan-kerajaan Islam lain seperti di Iran dan India
karena memang merupakan koleksi eksklusif Sultan dan kerajaan. Saat ini, kita
bisa melihat lukisan-lukisan itu di Topkapi Saray Library di Turki.
Namun, sebelum kesana bisa juga dilihat koleksinya melalui sebuah buku yang
bisa dibaca secara online dan diunduh dalam bentuk PDF. Silakan unduh DISINI.
Memahami seni lukisan yang eksis pada masa Ottoman menjadi penting bagi
generasi saat ini agar memahami bahwa hal-hal yang berkaitan dengan Islam tak
melulu soal perang dan penaklukan yang saat ini banyak digalakkan, seperti
penaklukkan Kontanstiopel oleh Muhammad Al-Fatih atau Sultan Mehmet.
![]() |
Salah satu koleksi lukisan zaman Turki Utsmani |
Sejarah adalah pelajaran bagi kita yang hidup saat
ini. Apa yang baik bisa kita tiru untuk diterapkan dan sebaliknya bagi yang
buruk. Periode Ottoman merupakan kepingan penting dalam dunia Islam karena masa
itu merupakan masa benturan kebudayaan yang teramat dahsyat dimana kemudian
Ottoman harus bertekuk lutut pada gempuran Sekutu dan perubahan arah kebijakan
republikan yang ingin mengubah Turki dengan meniru Eropa dan bahkan untuk
menjadi Eropa. Kekaisaran Ottoman yang mulai lesu dan korup pun tiarap. Saat itu secara global masyarakat dunia sedang berubah.
Keruntuhan Ottoman menjadi semacam mesin pemicu bagaimana masyarakat Islam di
dunia modern harus mampu membangun kekuatan baru tanpa khilafah, terutama
ketika kapitalisme menjadi rujukan baru.
Depok, Maret 2016
Bahan bacaan:
http://www.theguardian.com/education/2001/sep/15/highereducation.fiction
http://islamic-arts.org/2011/arts-of-the-book-1600-1800/
http://www.metmuseum.org/art/metpublications/turkish_miniature_paintings_and_manuscripts_from_the_collection_of_edwin_binney_3rd#
http://amcainternational.org/review-of-ottoman-painting/
http://dannyreviews.com/h/Name_Red.html
No comments:
Post a Comment