![]() |
Ir. Soekarno, Presiden pertama Republik Indonesia |
"Hari ini aku belajar banyak dari setiap peristiwa yang terjadi. Berusaha meraih kemenangan sendiri adalah kekalahan sejati. Kemerdekaan tidak akan pernah bisa diraih dengan cara seperti itu. Aku akan catat dalam hatiku, untuk anak-anakku nanti."
-Fatmawati Soekarno-
Meski menurut beberapa pihak film 'SOEKARNO' belum memadai untuk sebuah film biografi seorang tokoh besar, namun menurutku ini merupakan satu gambaran lain mengenai sisi kemanusiaan Soekarno sebagai anak lelaki yang tumbuh menjadi pemimpin besar karena proses merenung dan belajar akan realitas di sekelilingnya. Bagiku, menonton film 'SOEKARNO' ibarat membuka lembaran sejarah bangsa ditengah krisis kepemimpinan, degradasi moral, ekonomi yang morat-marit, kehancuran lingkungan dan ketimpangan sosial yang tinggi.
Aku duduk di bangku E.18 di Teater 1 bioskop di Depok Town Square bersama temanku. Film dibuka dengan layar yang berisi gambar bendera Merah putih dengan sebuah himbauan kepada penonton untuk berdiri dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kamipun berdiri. Saat menyanyikannya, kedua mataku merasa panas dan jiwaku bergetar sebab kondisi bangsa ini yang sedang terpuruk.
Tetapi, yang lebih menyedihkan adalah, saat aku melihat sekeliling, banyak penonton yang tidak menyanyikan lagi kebangsaan ini dan hanya berdiri dan mendengarkan lagu yang diputar sebagai pembuka film. Seharusnya isi ruangan itu gemuruh oleh lagu tersebut. Beberapa anak muda bahwa sempat saling berbincang-bincang dengan sesamanya. Mengenaskan, bukan? Bangsa ini bahkan belum berusia 100 tahun, tapi sudah begini jadinya. Ah...
Lalu dimulailah film dengan adegan ketika Soekarno ditangkap
di Jogja, dan kemudian dipenjara di Bandung selama 2 tahun. Salah satu adegan
menarik adalah ketika Soekarno membacakan pembelaanya di pengadilan yang
membuatnya bukan saja dihadiahi tepuk tangan meriah, cinta dan pelukan hangat
dari para pendukungnya, tetapi juga menggetarkan para hakim Belanda.
Dalam
sidang itu ia tidak menerima bahwa ia ditangkap karena telah melakukan
kejahatan besar, sebab ia dan rekan-rekannya di PNI hanya melakukan perjuangan
untuk membela rakyat yang berpenghasilan Rp. 60 per tahun sedangkan orang
Belanda berpenghasilan Rp. 9.000 per tahun.
Film lalu dipercepat dengan beberapa keterangan tertulis
tentang kegiatan politik Bung Karno pasca bebas dari penjara dan diasingkan ke
pulau Ende, dan ke kemudian ke Bengkulu karena terkena Malaria. Kemudian
beberapa detail tentang pertemuannya dengan Fatmawati muda yang merupakan murid
di kelasnya.
Adegan-adegan lainnya adalah seputar gambaran sosok Soekarno
sebagai sosok manusia yang merasa heran, marah, merenung panjang, lembut, tegas
dan tidak bertindak gegabah dalam melakukan perjuangan politiknya. Terutama
ketika ia harus melakukan berbagai strategi dan negosiasi dengan
Jepang saat banyak pemuda pejuang mendesaknya segera menyiapkan
kemerdekaan.
Hal yang dramatis adalah ketika Soekarno berusaha tegar saat
mendatangkan para pelacur untuk para tentara Jepang dalam rangka menyelamatkan
anak-anak gadis dan para perempuan suci. Ketika ia melihat tubuh-tubuh renta
yang kelelahan dalam Romusha di sebuah tambang batu kapur. Atau ketika, ia
harus tetap bersikap tenang ketika para pemuda pejuang menganggapnya sebagai
pengkhianat dan pembunuh.
Juga ketika ia menghadapi persoalan keluarganya.
Dalam hal ini, aku melihatnya dari sisi Soekarno sebagai manusia yang sedang
mendidik dirinya sebagai pemimpin. Ia memang memiliki kharisma yang luar biasa
sehingga bisa memikat hati rakyat yang membuat Syahrir salut dengan Soekarno.
Tetapi, Soekarno kan bukan tokoh suci dan tanpa cela sebab ia seorang manusia.
Kemudian ketika ia menjadi dekat dengan Hatta yang menjadikan mereka dwi
tunggal.
![]() |
Soekarno |
Satu adegan lain yang membuatku trenyuh adalah ketika
Soekarno dan Hatta terlibat percakapan serius di mobil seusai mereka. Saat itu
bung Hatta bertanya kepada Bung Karno mengenai cara pemimpin Indonesia pasca
proklamasi kemerdekaan, dimana yang akan dipimpin adalah bangsa dengan 70 juta
penduduk, dengan beraneka ragam suku, agama, budaya dan kekayaan alam.
Soekarno
menjawab bahwa ia yakin, meskipun tidak 100%. Bung Karno Menjawab.
"Tidak ada yang lebih bernilai dari menaklukkan sesuatu meski salah, dibanding sembunyi dalam kesangsian. Kemerdekaan bukan tujuan, Bung. Kemerdekaan adalah awal. Dan kitalah orang-orang yang mengawali. Selebihnya kita percayakan pada anak-anak kita. Yah, Diantara mereka pasti ada pecundang. Tetapi pemimpin yang baik selalu muncul dalam peristiwa yang tidak terduga. Jika bukan kita, ya pasti ada orang lain, Bung. Dan kalaupun kita bukan pemimpin yang baik, biar sejarah yang membersihkan nama kita." Kata Bung Karno menutup diskusi meresahkan soal Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan.
Yah, kekhawatiran Hatta terbukti tak lama setelah Indonesia
merdeka hingga saat ini. Konflik antara agama, etnis dan perebutan kekayaan
alam. Itu yang disebut Soekarno sebagai 'para pecundang' sebab mereka menjual
bangsa ini pada asing demi memperkaya diri sendiri. Jika dulu Soekarno menolak
dipenjara oleh Belanda karena membela rakyat yang berpenghasilan Rp.60/ tahun
sedangkan orang Belanda berpenghasilan Rp.9.000/tahun.
Saat ini, kita, generasi
yang disebut Soekarno sebagai anak-anak bangsa yang dipercaya untuk mengisi
kemerdekaan adalah yang melawan monopoli para konglomerat yang menjajah lewat
jalur ekonomi dan politik. Ya, kita sedang berjuang melawan penjajahan bangsa
sendiri yang menjadi antek-antek asing.
![]() |
Suara Soekarno saat membacakan teks Proklamasi |
Persiapan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan sungguh
mengharukan, dimana ada adegan Fatmawati mengibarkan bendera Merah Putih yang
dijahitnya keatas meja. Adegan itu menimbulkan sensasi tentang cinta yang
begitu besar pada bangsa ini. Suara kain yang berkibar itu sungguh membuatku
bergidik.
Juga ketika Bung Karno, dalam kondisi demam, menanti kedatangan Bung
Hatta untuk membacakan Proklamasi pada 17 Agustus 1945, pukul 10.00 bulan
Ramadhan. Itu adalah Ramadhan yang sangat berkesan bagi Bung Karno dan umat
Islam Indonesia kala itu, hingga kini.
Meskipun film berdurasi 2 jam 17 menit ini tak sempurna
sebagaimana yang kita bayangkan tentang sosoknya yang besar, tetapi memadai
sebagai satu bahan belajar mengenai sejarah, nasionalisme dan satu sisi pribadi
bung Karno. Ya, aku berharap ada beberapa film Bung Karno versi lain, misalnya
Soekarno sebagai sosok politikus ulung dan inspirator bagi kemerdekaan
bangsa-bangsa Asia-Afrika yang begitu disegani. Atau Soekarno sebagai sosok
yang lain. Ya, kita mungkin perlu film Soekarno yang lain.
Depok, 19 Juli 2013
blog ini smakin cantik.
ReplyDeleteTerima kasih, Bang. Saya kan belajar dari abang juga, hehehe...
ReplyDelete