Aku lahir dan tumbuh di keluarga yang sangat mengagumi Soekarno dan terlebih Soeharto sang 'Bapak Pembangunan' (sudah bisa dipastikan partainya berwarna apa kan?). Tumbuh di desa dengan pendidikan yang dipenuhi sistem doktrin dan ketiadaan media informasi membuatku harus menunggu sangat lama untuk bisa menjalani hidup dan berpikir secara out of the box. Orangtuaku, guru-guruku, lingkunganku dan segala hal yang kudengar dan kupelajari adalah tentang kehebatan duo presiden terkenal itu. So, segala hal yang berkaitan dengan PKI adalah haram bagi keluargaku.
Everything tentang PKI pokoknya haram! dalam hal ini nenekku sering bercerita tentang upayanya menyelamatkan uwakku yang saat itu masih kecil dari PKI, uwakku didandani ala anak perempuan, hihihihi horror banget kayaknya PKI. Ditambah lagi kewajiban tahunan untuk menyaksikan film "G 30S/PKI" dan memberikan reviewnya kepada guru di sekolah. Ya, semacam media cuci otak tahunan gitu. Belasan tahun lamanya otakku dipenuhi doktrin "PKI itu kejam." atau "PKI itu atheis." atau "PKI itu jahat." dan semacamnya. Maklmum lah kakekku kan veteran tentara rakyat gitu ;)
Tahun 2003-2006 adalah masa galau yang
sangat galauuuuuu untuk bisa melepaskan diri dari aneka doktrin yang mendarah
daging semasa kecil. Tahun 2007 aku mulai bisa berfikir out of the
box dan membaca masyarakat dengan berbagai sudut pandang. Aku
mulai membaca buku apa saja entah tentang Islam, tentang Komunis, tentang
China, tentang Barat, tentang Timur Tengah, tentang perjuangan perempuan,
tentang hukum, tentang lingkungan, tentang kemiskinan dan tentang apa saja.
Dan
ketika pada saatnya aku memahami bahwa terdapat missunderstanding mengenai
PKI dan sejarah kelam Republik Indonesia pada tahun 1965, pahamlah aku
bahwasanya PKI adalah korban dan pelaku kejahatan kemanusiaan, sebagaimana masyarakat
lainnya. Untuk mengetahui siapa yang menjadi pelaku dan siapa yang menjadi
korban untuk peristiwa-peristiwa pada saat itu, perlu rekonstruksi sejarah.
Kata maaf saja tidak cukup.
Dan si 'Genjer-Genjer' yang
sesungguhnya merupakan folk song asal Banyuwangi jadi terseret kesana-kemari
dan dicekal selama berpuluh tahun lamanya karena dianggap sebagai lagunya PKI.
Hadeh, padahal tuh lagu bercerita tentang masyarakat desa yang kelaparan dan
terpaksa makan genjer/ gulma yang biasa tumbuh di sawah (Sejarah Lagu Genjer-Genjer).
Sebagai
manusia yang tumbuh di desa dan sebagai anak petani, aku jelas familiar dengan
tanaman genjer ini. Tuh gulma memang biasa dijadikan sayur dalam menu keluarga.
Ya bisa dibuat lalapan, ditumis, disambal, diurab, dipecel dan sebagainya
terserah yang masak. Rasanya ya pahit-pahit asyik gitu dehhhhhh ;) Semasa
sekolah dulu, genjer dikenal sebagai "vitamin jalan-jalan" sebab
seratnya yang sulit dicerna tubuh.
Ternyata eh ternyata lagi Genjer-Genjer ini
populer loh. Selain karena liriknya nusuk sanubari, juga aransemen musiknnya
mendayu-dayu. Pasti pas banget dengerin lagi ini kalau perut keroncongan karena
kelaparan akibat gak ada uang buat beli makan.
Nih lirik lagunya yang singkat, padat,
jelas, menusuk dan kritis.
Genjer-genjer nong
kedo’an pating keleler
Genjer-genjer nong
kedo’an pating keleler
Ema’e thole teko-teko
mbubuti genjer
Ema’e thole teko-teko
mbubuti genjer
Oleh satenong mungkur
sedot sing toleh-toleh
Genjer-genjer
saiki wis digowo mulih
Genjer-genjer esuk-esuk didol neng pasar
Genjer-genjer esuk-esuk didol neng pasar
Dijejer-jejer diuntingi podo didasar
Dijejer-jejer diuntingi podo didasar
Ema’e jebeng podo tuku gowo welasar
Genjer-genjer saiki wis arep diolah
Terjemahannya :
Genjer-genjer
ada di lahan berhamparan
Genjer-genjer
ada di lahan berhamparan
Ibunya anak-anak datang mencabuti genjer
ibunya anak-anak datang mencabuti genjer
Dapat sebakul dipilih yang muda-muda
Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang
Genjer-genjer
pagi-pagi dibawa ke pasar
Genjer-genjer
pagi-pagi dibawa ke pasar
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ibu saya beli genjer dimasukkan dalam tas
Genjer-genjer sekarang akan dimasak
Ada banyak seniman yang menyanyikan lagu ini.
Mulai dari Lilis Suryani, Bing Slamet, Band Gestapu, Band Jawaika hingga band
asal Kamboja, Dengue Fever, yang menyanyikan lagu ini dalam bahasa Khamr.
Kesemuanya mendayu-dayu dan menusuk sanubari. Lagu Genjer-Genjer itu bisa
dinikmati via Youtube.
![]() |
Album Genjer-Genjer oleh Dengue Fever |
By the way, lagi lumayan heboh nih sama film dokumenter buatan sutradara luar negeri yang katanya tentang PKI dari sisi pelaku pembunuhan/ sang jagal yang bersetting di Medan. Judul filmnya "The Act of Killing" yang menurut aktor film tersebut telah dipelesetkan secara sepihak oleh sutradara dari judul semula. Kayaknya nih film gak bakalan diputar di bioskop deh, bisa kacau Indonesia.
Depok, 2 Oktober 2012
- Selamat Hari Batik Nasional-
No comments:
Post a Comment