![]() |
Backpacker. Sumber: thrillist |
Lama nggak nulis. Karena buru-buru modem
ketinggalan jadi gak bisa internetan semaunya pas mudik. Warnet andalan punya
tetangga ternyata udah gulung tikar karena sepi peninat jadi blasssss selama
liburan nggak nongol di dunia maya selain pamer status di Facebook yang bisa
mengandalkan ponsel jadul. Mau nebeng teman ah maluuuuuuu rasanya. Mau nebeng
tetangga makin maluuuuu.
So, liburan jadi libur nulis. Halangan lainnya adalah
flu yang tak kunjung sembuh. Musim kemarau yang berdebu tapi angin dingin
menusuk membuat pertahanan tubuhku jebol dan nggak bisa konsentrasi untuk
menulis. Jadi ya, kugantikan saja aktivitas menulis dengan mendengar
gosip-gosip kelas kampung dan cerita-cerita para sepupu yang berkumpul saat
lebaran.
Mudik (15-16 Agustus 2012)
Lebaran tahun ini atau Idul Fitri
1433 H/ 2012 M aku mudik tanpa menggunakan jasa travel. Aku memilih
ngeteng atau gonta-ganti kendaraan untuk berhemat. Berdasarkan pengalaman
pergi-pulang Lampung-Jawa, menggunakan kendaraan berupa bis maupun travel lama
perjalanan yang harus ditempuh nyaris sama, namun harga jauh berbeda. Jadi,
dengan tujuan untuk berhemat maka aku memilih ngeteng.
Jauh-jauh
hari barang-barang untuk hadiah lebaran keluarga sudah diposkan sehingga aku
hanya membawa ransel yang berisi beberapa lembar pakaian, netbook, perlengkapan
mandi dan skincare. Aku berangkat dari kosan setelah menunaikan shalat Isya dan
shalat Tarawih menggunakan angkot menuju pasar rebo guna memperoleh bis jurusan
pelabuhan Merak-Banten. Sebagai bahan perbandingan untuk melakukan
perjalanan-perjalanan selanjutnya berikut rinciannya:
Kober-Pasar Rebo via Angkot Rambutan-Depok
Rp. 5.000 (15 menit)
Pasar Rebo-Merak via Bis jurusan Merak Rp.
25.000 (kira-kira 2-2,5 jam)
Terminal bis-Dermaga via ojek plus retribusi
Rp. 7.000 {tepok jidat deh}
Menyebrang Selat Sunda via kapal penumpang
Rp. 11.500 (3 jam)
Makan sahur dan minuman Rp. 50.000
Bakauheni-Rajabasa via bia jurusan terminal
Rajabasa Non. AC Rp. 17.000 (2 jam)
Rajabasa-Sumberjaya via bis jurusan Liwa/
Ranau non. AC Ro. 40.000 (5 jam)
Jadi perjalanan mudikku menghabiskan waktu
kira-kira 14 jam 45 menit (ditambah
waktu untuk membaca Al-qur'an dan shalat Subuh di mushola Pelabuhan sekitar 2
jam) dengan biaya: Rp. 155.500.
Keuntungan:
- Memperoleh
banyak pengalaman selama perjalanan, termasuk interaksi dengan penumpang
bis yang naik-turun di tengah jalan.
- Memiliki
kesempatan memahami transaksi jalanan *illegal* para
kernet bis. Ini bisa dibuktikan dengan diturutinya hasrat memenuhi bis
dengan penumpang meski tak ada lagi tempat duduk, padahal penumpang yang
duduk maupun berdiri membayar tarif yang sama. Kernet terbukti berbohong
pada penumpang bahwa masih banyak kursi kosong, dan penumpang kebanyakan
tidak berani meminta pertanggungjawaban pada para kernet nakal ketika
mendapati mereka dibohongi. Kejatuhan sosial yang parah: mengkritik
pelayanan bis aja nggak berani, gimana mengkritik ketidakadilan dan
penyimpangan yang lebih besar.
- Memiliki
kesempatan melakukan penilaian dan evaluasi kualitas keamanan dan
kenyamanan selama perjalanan jika dibandingkan dengan perjalanan
tahun-tahun sebelumnya, misalnya menilai apakah bis aman dari copet atau
aman dari perokok atau aman dari pedagang asongan yang suka maksa atau
aman dari pengamen. Ya, lumayan aman sebab selama perjalanan aku tidur
kayak Kebo...
- Bisa
mengatur waktu sesuka hati tanpa tergantung pada kehendak kondektur atau
penumpang lain layaknya menggunakan Travel. Aku bisa makan sahur dengan
santai, membaca Al-Qur'an dan shalat subuh berjamaah bersama para pemudik
lain. Aku juga bisa duduk-duduk sekitar 15 menit sebelum melanjutkan
perjalanan
- Dan,
karena bisnya berhenti di terminal Rajabasa, jadi aku berkesempatan melihat
perubahan signifikan di Terminal Rajabasa. Entah sejak kapan pastinya
sebab au sangat jarang pulang kampung, terminal Rajabasa sudah jauh lebih
rapi dan tertata dibandingkan sebelumnya dan aku merasa jauh lebih aman
dan nyaman menjadi pemudik yang singgah untuk pipis dan mencari bis untuk
perjalanan selanjutnya. Bravo untuk Dinas Perhubungan Propinsi Lampung...
Kerugian:
1. Sempit, kaki sakit dan pegal
2. Tidak bisa menghindari asap rokok
Persamaan:
1. Sama-sama melewati jalanan yang jelek...
2. Di kapal sama-sama gak bisa duduk karena
padatnya penumpang jadi ya mondar-mandir supaya kaki nggak kram
3. Badan sama-sama remuk dan capek
Balik (26-27 Agustus 2012)
Karena aku start dari rumah jam 5 sore dan
tidak ada lagi bus dari arah Liwa/ Ranau/ Krui maka aku diantar oleh sepupuku
menuju kabupaten Lampung Utara tepatnya di kecamatan Bukit Kemuning menggunakan
motor dengan kecepatan penuh selama 1/2 jam. Di Bukit Kemuning biasanya banyak
bisa yang melintas dari arah lintas timur mulai bis-bis dari Sumatera Selatan
hingga dari Jambi yang menuju Jawa.
Makanan-minuman Rp. 30.000
Bukit Kemuning-Rajabasa via bis dari Muara
Dua non. AC RP. 30.000 (4 jam)
Rajabasa-Bakauheni via bus jurusan Bakauheni
non. AC RP. 17.000 (3 jam) -lemot betul jalannya nih bis dan rajin bener
menaikkan penumpang-
Kapal RP. 11.500 (3 jam)
Ojek Dermaga-Terminak Bis Rp. 5.000
Toilet 2 X Rp. 4.000
Merak-Kampung Rambutan via bis jurusan
Kampung Rambutan Rp. 21.000 (5 jam = akibat kerajinan menaikkan-dan menurunkan
penumpang di sembarang tempat, plus macet di Jakarta)
Angkot Rambutan-Depok Rp. 5.000
Total biaya Rp. 123.500 dengan
lama perjalanan sekitar 15 jam 30 menit. Lebih murah sih dari biaya pas
Mudik karen pas balik biaya untuk makan berkurang karena udah makan dari rumah.
Mudik-Balik ala backpacker menurutku bukan saja murah juga melatih keberanianku
untuk bepergian sendirian.
Depok, 27 Agustus 2012
No comments:
Post a Comment