![]() |
Buku yang bagus |
Hanum
Salsabiela Rais yang bekerja sebagai jurnalis Trans TV harus ikut suaminya,
Rangga Almahendra, selama belajar di sebuah universitas di Wina, Austria.
Selama 3 tahun hidup di Eropa dan sulitnya menjalani kehidupan sebagai Muslim
di tengah gaya hidup para penganut Atheis justru mempertemukan mereka dengan
saudara seiman dari berbagai bangsa yang menambah kecintaan mereka pada Islam.
Pertama kali Hanum bertemu Fatma Pasha, seorang imigran asal Turki yang
mengikuti suaminya mengadu nasib di Eropa yang kemudian menjadi teman Hanum
selama kursus bahasa Jerman. Pertemanan mereka tak saja menjadikan Hanum merasa
tak sendirian di tengah modernitas Eropa yang hedonis, juga memberi Hanum
pelajaran hidup sejati: tentang cahaya Islam di Eropa.
Fatma banyak bercerita
pada Hanum mengenai kebesaran Islam di masa lalu, yang menjadi pemikat bangsa
Eropa di Abad Kegelapan/ Abad Pertengahan yang terkungkung otoritas Gereja
untuk meniru mengadaptasi peradaban Islam yang lebih maju karena ilmu
pengetahuan. Lebih dari itu, Fatma adalah guru tak terencana Hanum yang banyak
memberikan keteladanan tentang menjadi "Agen Islam Sejati" dengan
konsep jujur, damai dan penuh senyuman.
Hanum juga bertemua Marion, seorang muallaf
berkebangsaan Prancis yang justru memeluk Islam karena sangat kagum pada
Napoleon Bonaparte. Marion mengajak Hanum mengunjungi museum terlengkap di
dunia, Louvre dan menunjukkan aneka peninggalan sejarah Islam pada masa
kejayaan kekhalifahan, termasuk keindahan arsitektur dan seni Islam yang
mempengaruhi banyak karya seni Eropa, diantaranya lukisan bunda Maria dan Yesus
(Maryam dan Nabi Isa as).
![]() |
Halaman depan |
Marion juga menunjukkan kepada Hanum mengenai
bagaimana perubahan pada diri Napoleon yang lebih religius setelah menaklukkan
mesir, terutama setelah penasehatnya masuk Islam, yang membuatnya kian semangat
mendalami Islam. Marion adalah mozaik cantik dalam kehidupan Hanum di Eropa.
Perjalanan
Hanum dan Rangga ke berbagai tempat bersejarah yang menjadi saksi kebesaran
Islam di Eropa membuat mereka menyadari bahwa kebesaran sebuah peradaban tak
bisa langgeng jika dibangun dengan kekerasan dan paksaan. Mereka melihat semua
itu dari saksi sejarah yang ratusan tahun membisu seperti Mezquita di Cordoba,
Istana Al- Hambra di Granada, Hagia Sophia dan Masjid Biru serta Istana Topkapi
di Turki, hingga ka'bah dan Masjidil Haram di Mekkah, Saudi Arabia.
Perjalanan
selama 3 tahun tak saja memberikan pelajaran tentang perntingnya perdamaian dan
saling menghargai, juga tentang sejarah kelam pertikaian yang
mengakmbinghitamkan agama sehingga menjadikan wajah Eropa modern cenderung
tidak seimbang. Perjalanan ini juga yang kemudian membawa hidayah bagi Hanum
untuk menjelaskan identitasnya sebagai perempuan Muslim : Berjilbab.
Buku ini adalah buku yang 'lain' dari
buku-buku tentang kisah travelling yang pernah kubaca dan kukagumi. Ada pesan
dari sejarah Islam di masa lampau kepada umatnya dimasa kini untuk bangkit
kembali dan menjadikan Islam sebagai cahaya dengan cara damai, sebagaimana
cara-cara yang ditunjukan para Sultan di Cordoba yang membangun wilayahnya
sebagai The True City of Light, cahaya yang menerangi jalan menuju
peradaban modern saat ini.
Allohu Akbar ! Allohu Akbar !
Maha benar Allah dengan segala Firman-Nya.
Depok, 17 September 2011
No comments:
Post a Comment