![]() |
Hamil. Sumber: nytimes |
Seorang teman kost gemetar setelah menerima telepon dari teman-teman kosnya di kampung halamannya. "Ada adik kosku yang hamil diluar nikah, Mbak." Katanya padaku dengan wajah sedih. "Kami tahu bahwa gaya pacarannya bebas, dan herannya bukannya menyesal dengan kejadian itu dia malah mau melanjutkan perzinahan itu dengan mempelajari bacaan-bacaan tentang melaukan seks ketika hamil, dan sepertinya dia berencana melakukan aborsi." Wajahnya bertambah sedih, sebab bagaimanapun tak lama lagi ia akan menikah. "Aku ngga nyangka begini jadinya, Mbak. Kenapa ya dia sanggup melakukan itu? Dia mau aborsi lagi. Ngga kebayang deh gimana keadaan dia sekarang."
Mencoba membayangkan yang terjadi, tentang seorang
gadis yang hamil diluar nikah karena berzina, membuatku melayang pada sebuah
percakapan antara aku, kawanku dan teman kos kawanku. Teman kawanku itu saat
ini sedang melanjutkan S2 di FH UI dan bercerita mengenai gaya hidup kawula
muda Jakarta yang pada awal kedatangannya dari Sumatera Barat untuk kuliah,
membuatnya nyaris shock.
Dia masih
tidak percaya bahwa banyak mahasiswa di Jakarta telah melakukan seks bebas dan
menganggap bahwa seks adalah inti dari cinta dari perempuan dan laki-laki yang
sedang berpacaran. Cerita ini memang bukanlah cerita pertama yang
kudengar. Sejak lama aku telah mendengar cerita serupa, bahkan beberapa
pelakunya adalah perempuan berjilbab.
Sulit untuk disangkal, meskipun aku tak punya bukti
sama sekali bahwa hal-hal menjijikkan tersebut benar-benar terjadi dan dianggap
lumrah oleh masyarakat.
Sekitar tujuh tahun lalu, saat aku sedang
menghabiskan masa-masa terakhirku sebagai siswi SMU, seorang kawanku juga
melakukan hal serupa. Kawanku, seorang perempuan yang manis dan santun, hamil
diluar nikah menjelang ujian akhir sekolah. Kami semua tahu dan guru-guru tahu.
Kami juga tahu siap lelaki yang menghamilinya, yaitu pacar temanku yang lain.
Beberapa minggu setelah pembagian ijazah, aku mendapat kabar bahwa dia menikah
dengan pacarnya.
Aku tak tahu apakah pacarnya juga memiliki andil dalam perzinahan
bergilir yang menyebabkan aib mereka terkuak, yaitu kehamilan si gadis atau
hanya sekedar kambing hitam untuk menyelamatkan si gadis dari hukum masyarakat.
Satu hal yang pasti, para orangtua dan masyarakat selalu saja menyelesaikan
persoalan demikian dengan cara yang salah.
Sebagai Muslim, aku menolak cara para orangtua yang
mendapati putri mereka hamil diluar nikah, menyelesaikan persoalan perzinahan
dengan menikahkan pelaku perzinahan tanpa review sosial. Bagaimanapun juga,
perzinahan merupakan dosa besar. Orang boleh mengatakan bahwa jika si laki-laki
dan si perempuan melakukan itu karena mau sama mau dan tanpa paksaan, maka
masyarakat tak berhak menghukum mereka, sebab itu hak mereka. Namun, aku
meyakini bahwa tak ada cinta dalam perampasan kesucian laki-laki atau perempuan
yang melakukan perzinahan.
Penentuan hukuman bagi para pezina dalam Islam tentu
bukan tanpa maksud, sebab hal tersebut akan berkaitan langsung dengan
kelangsungan hidup pasangan pezina dan keturunan yang dihasilkannya, juga kelangsungan
hidup sebuah masyarakat.
Masyarakat kini tak peduli lagi pada para pelaku
zina selain menggunjing mereka namun mengakui pernikahan mereka, tanpa
memberlakukan hukuman. Akibatnya, kehidupan sosial menjadi kacau balau. Sebab
dengan menikahkan si pelaku perzinahan, persoalan belumlah selesai. Pernikahan
yang dilangsungkan ketika mempelai perempuan dalam keadaan hamil adalah tidak
sah, yang artinya sepanjang hidupnya pasangan tersebut melakukan perzinahan.
Dan ketika si anak hasil perzinahan lahir, kepada siapkah dia memanggil ayah,
sebab dia dibentuk sebelum kedua orangtuanya menikah. Selanjutnya, pernikahan
seperti ini akan mengacaukan masa depan si anak. Di Sumatera Barat, anak
yang lahir dari hasil perzinahan semacam ini tidak memiliki ayah dan ketika dia
menikah harus memanggil wali hakim. Naas sekali plus mempermalukan si gadis!
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa perzinahan banyak
melahirkan anak-anak yang dibunuh sejak mereka masih berupa bayi kecil dalam
kandungan ibunya. Jumlah bayi-bayi kecil dirampas hak hidupnya oleh orangtua
mereka yang lebih mementingkan rasa malu dihadapan manusia daripada
bertanggungjawab atas kehidupan yang Tuhan berikan akibat perbuatan mereka
sendiri jauh lebih besar daripada korban perang. Menurut BKBN, ada 2.000.000
kasus aborsi di Indonesia per tahunnya yang artinya ada 2.000.000 bayi
meninggal secara tidak wajar.
Data statistik mengenai aborsi di luar negeri
pada 1996, khususnya di Amerika, melaporkan bahwa ada 2. 000.000 korban aborsi
setiap tahunnya dan jumlah itu melebihi korban perang manapun di seluruh dunia.
Bahkan jumlah kematian akibat aborsi adalah 10 kali lipat daripada kematian
akibat kecelakaan, kanker, bunuh diri dan pembunuhan. Sekarang, saat setiap
pasangan tak menikah melakukan perzinahan dan melakukan aborsi atas darah
daging mereka, berapa jumlah kematian bayi-bayi tak berdosa itu? Cinta, yang
menjadi bingkai sebuah perzinahan ternyata bukan saja menyebabkan dua manusia
menjadi amoral dan tidak bertanggungjawab, juga menjadikan mereka 'pembunuh'.
Di sisi lain, masyarakat sering menghakimi
perempuan korban pemerkosaan sebagai perempuan kotor. Di negara-negara Arab,
gadis-gadis yang menjadi korban pemerkosaan adalah gadis-gadis yang tak bisa
dinikahi sebab mereka dianggap kotor, meskipun masyarakat tak pernah melekatkan
predikat kotor pada si pemerkosa. Bahkan, seringkali gadis tersebut dibunuh
oleh keluarganya sendiri untuk menjaga nama baik keluarga. Di Indonesia, hal
demikian masih sering terjadi meskipun perempuan korban pemerkosaan dibiarkan
melanjutkan hidup. Namun, dalam kasus pemerkosaan dimanapun di dunia ini, hanya
sedikit saja para pemerkosa yang dihukum.
Dua kasus yang berlainan ini mendapat respon yang
berbeda-beda. Namun, meskipun tindakan pemerkosaan merupakan tindakan kriminal,
seringkali hukuman sosial yang diberikan kepada korban pemerkosaan lebih kejam
daripada kepada pelaku perzinahan. Akibatnya, kini banyak perempuan dan
laki-laki yang beranggapan bahwa cinta dalam sebuah pernikahan tak butuh
virginitas, melainkan kepercayaan. Hukum Tuhan telah ditinggalkan dan para
pelaku zina dan masyarakat yang mengampuninya, adalah penyebab hancurnya
tatanan moral masyarakat. Dan selalu saja mereka berkilah bahwa semuanya atas
nama cinta dan hak asasi manusia. Entahlah, dunia ini sudah kacau balau.
Kisah-kisah yang kudengar ini, yang membuatku
merasa takut, mungkin sedang berlangsung di berbagai tempat di dunia ini.
Dosa-dosa disemai dalam senyuman dan canda tawa, dan dituai dalam bentuk
tangisan dan kekejaman tak terkendali. Dosa, yang kini dianggap remeh sebagian
besar manusia sebagaimana mereka menganggap remeh kebenaran, sedang menyelimuti
bumi dan siap menjatuhKan bala tanpa pandang bulu.
Kepada perempuan: cinta bukanlah proses merampas
kehormatan dan kehidupan, bukan pula sikap bodoh dalam membangun masa depan,
tak pula kebutaan yang membuat duniamu tanpa lentera. Cinta sejati adalah cinta
yang sopan dan bertanggungjawab.
Jakarta, 16
April 2011
-setelah menampung curhat teman kosan-
No comments:
Post a Comment