![]() |
Jambu klutuk |
Ini tentang jambu.
Begini, rumah kosku berhadapan
dengan sebuah rumah dan pekarangannya yang dipenuhi pohon buah-buahan. Ada
jambu bol, jambu klutuk, belimbing, dan srikaya. Dari beranda di lantai 2 kami
sering memperhatikan buah-buah itu dan berharap bisa mencicipinya. Nah,
sebagian dahan pohon jambu bol mengarah ke kamar Zee dan dari jendela terlihat
jelas ada dua buah jambu bol yang tengah memerah (nyam...nyam...) dan sungguh
kami berharap sang empunya akan memberikan buah yang menggoda itu pada kami.
Kami seringkali mengobrol memikirkan bagaimana caranya si pemilik buah-buahan
itu tiba-tiba mengetuk pintu kosan kami sambil membawa sebuah keranjang berisi
buah-buahan ranum spesial untuk kami. Tapi, kisah semacam itu mungkin cuma
pepesan kosong di kota besar semacam Jakarta.
Ketika kami makan siang di ruang
tamu, seorang teman, Nia, nekat meminta jambu kepada itu pemiliknya. Wah, hati
kami berbunga-bunga sebab keinginan kami akan segera terpenuhi. Terbayang sudah
kami akan segera menikmati jambu bol yang ranum dan manis. Uh, sudah
bertahun-tahun lamanya aku tidak menikmati jambu bol sejak meninggalkan kampung
halaman untuk kuliah. LaluNia kembali ke rumah dan berkata bahwa dia memerlukan
pemanjat, "Aku!" seruku dan buru-buru menghabiskan
makan siangku.
Dengan percaya diri kami berdua
menuju rumah si empunya, beliau sedang menyapu halaman, dan setelah kami
meminta izinnya untuk kedua kali, aku langsung menuju pohon jambu bol dan
mengira-ngira bagaimana caranya naik.
"Eh eh mau kemana?"
Kata sang ibu. Aku jadi bengong, "Kan mau metik jambu, bu." kataku
bingung.
"Tuh yang itu," tunjuknya ke pohon jambu
klutuk. What? hancur sudah semangatku yang
menggebu-gebu, "Lho, bukannya jambu bol, Bu?" Tanyaku.
"Bukan,
jambu itu baru berbunga, belum berbuah (padahal buahnya udah banyak
di dahan-dahan di bagian atas pohon). Yang itu saja." Tunjuknnya
sekali lagi ke arah pohon jambu klutuk. Ya sudah, lumayan daripada pulang nggak
bawa apa-apa. Asyik, setelah sekian tahun nggak manjat pohon aku bisa memanjat
pohon dan tak lupa cara memanjat, termasuk menahan keseimbangan.
Eh, baru aja dapet 8 biji si ibu
udah kasih ultimatum (niat nggak sih ngasih???), "Jangan
banyak-banyak ya, anak saya belum makan." katanya saat aku
mencari buah ke 9 (sebanyak anggota keluarga di kostanku). Waduh, nih ibu pelit
atau gimana sih? nih buah di pohon banyak yang di makan kalong dan banyak juga
yang udah membusuk di halaman, bilang kalau anaknya belum makan buah ini. Wah,
ntar malam ini nih buah pasti digerayangin kalong. Huh, klo di kampungku,
seperti sewaktu aku kecil, tipe orang macam begini sudah dikerjain
habis-habisan dan buah jambunya disikat habis.
Akhirnya aku turun dan
menunjukkan ke-9 buah jambu yang kami petik dan menawarkan jambu-jambu itu pada
sang ibu kalau-kalau beliau menginginkannya. "Nggak." katanya
dan kami membawa jambu itu ke kosan setelah mengucapkan terima kasih. Sampai di
kosan kami semua tertawa oleh ke Geer-an kami sendiri. Nasib nasib!!
Setelah kami amati, buah jambu
membusuk di tangkainya dan sebagiannya dimakan kalong. Hm, aku baru tahu bahwa
nampaknya tetangga di sekitar rumah itu ngga ada yang berani minta buah apa pun
yang ada di halaman itu. "Ternyata orang kota lebih suka
makanannya busuk daripada berbagi", kata kawan-kawanku. Gara-gara
kejadian ini, aku jadi bertekad untuk membuat kebun buah-buahan dan memanggil
para tetangga untuk panen bersama saat musim buah.
Tuhan aja nggak pelit, kok
manusia pelit sih, hehehe...
Jakarta,
30 Januari 2011
No comments:
Post a Comment