![]() |
Sumpah Pemuda. Sumber: Republika |
Pulang dari LBI PPB UI dalam keadaan begitu lelah. Baru belajar 4 hari rasanya sudah 2 minggu. Ditengah ketidakepedulian negara akan hak pendidikan rakyatnya, aku masih saja mengeluh, padahal semua yang kuperoleh saat ini diberikan secara cuma-cuma. Maafkan aku, kawan-kawan. Aku tak tahu mengapa begitu sulit menjalankan amanah ini dalam suasana Jakarta yang mencengkeram rasa nyaman yang telah ajeg dalam jiwa kampunganku. Ini baru Jakarta, belumlah lagi dunia internasional yang kompleks dan mengejutkan.
Benar bahwa pengalaman adalah guru yang
paling berharga. Sebagaimana pengalaman kecil di hari ini, yang membuatku
merasa gamang menggantungkan kecintaan dan kebanggaan yang begitu tinggi pada
Indonesia, sebagai sebuah bangsa. Selama hidup aku meyakinkan diriku bahwa
tanah airku sungguh tak terkotak-kotakkan oleh ruang. Aku telah meyakinkan
diriku bahwa dimana asma Alloh berkumandang disanalah tanah airku, tanah
seorang Muslim.
Bagaimanapun juga, aku lahir di negeri ini, negeri yang sangat
kaya, subur dan indah. Aku beruntung dilahirkan di negeri ini, negeri yang tak
kurang suatu apapun. Betapa Baiknya Alloh menakdirkanku lahir di negeri indah
ini. Namun, langkah kecilku untuk tetap membuat negeri ini sebagai sepotong tanah surga yang terlempar ke
dunia, sungguh mustahil.
Negeri ini begitu luas dan aku sama sekali
tak paham kecuali sangat sedikit, hanya sepetak kecil tanah di kampungku yang
membuatku masih kampungan. Sebagai generasi penerus bangsa ini, sebagaimana
yang selalu dikatakan oleh para pemimpin bangsa, bahwasanya masa depan bangsa
ini terletak di tangan pemuda. Karena itulah, aku merasa miris dengan
ketidakmampuanku mengorganisir kaum muda (sepuluh orang saja) untuk menjadi
pemuda yang 'sesungguhnya layak disebut pemuda' bagi bangsanya.
pada
sebagian besar pemuda yang hanya berleha-leha, hanya bicara, hanya mengkritik,
hanya mengumpat, hanya menuntut, tapi tak menyatukan langkah untuk melakukan
perubahan signifikan. Mungkin aku juga termasuk dalam kumpulan pemuda yang
'harus diselamatkan' nasionalismenya, sehingga dapat berguna selayaknya
generasi sebuah bangsa terhormat dan bermartabat.
Setiap pagi, saat menuju UI, aku melalui
Jl. Salemba Tengah Baru di sepanjang bantaran sungai XX (Entah sungai apa
namanya......). Jalan yang kulalui dihimpit oleh pepohonan tinggi seperti
jambu, mangga, sawo, dan jenias kayu-kayuan, yang menjadi penguat tebing
sungai. Serta rumah-rumah sangat sederhana yang pengelolaannya sungguh sangat
tidak indah. Kehidupan yang rapi dan jorok berpadu di wilayah ini. Entah
kenyamanan macam apakah yang membuat mereka begitu betah tinggal di pinggir
bantaran kali yang kotor, teramat kotor. Lalu melewati beberapa warung
sederhana yang menjual aneka menu sarapan pagi seperti nasi uduk dan gorengan,
serta kopi dan rokok.
Di tempat inilah para mahasiswa (entah kuliah
dimana.....) sarapan pagi sambil bercengkrama dengan sesamanya. Mereka
duduk-duduk dengan nyamannya di kursi-kursi kayu di pinggir jalan yang penuh
polusi, makan dengan lahap meski di sekelilingnya berceceran sampah dan
berterbangan lalat-lalat, serta asyik mengobrol sambil menikmati sebataong
rokok. Apakah ini habit mahasiswa
di Jakarta yang berasal dari kalangan menengah ke bawah?
Saat pulang dari UI dan melewati jalan yang
sama aku mengalami suasana yang serupa. Pemuda-pemuda itu meramaikan
warung-warung sederhana di jalanan itu. Kemudian sesuatu memenuhi pikiranku.
Oktober adalah bulan sumpah pemuda. Apa yang mereka pikirkan tentang sumpah
pemuda? apa yang tengah mereka rencanakan untuk memperingati hari sumpah
pemuda? apakah mereka masih ingat isi sumpah pemuda? apakah mereka tidak lupa
bahwa 28 Oktober adalah hari sumpah pemuda? apakah mereka merasa betapa
pentingnya peringatan itu bagi para pemuda? jika kukatakan mereka itu mash
polos, sungguh tidak mungkin.
Jika kukatakan mereka itu tak peduli, mana kutahu
mereka peduli atau tidak. Jika kukatakan mereka itu malas, mana kutahu apa yang
sesungguhnya tangah telah mereka capai dan berikan untuk bangsa ini. Jika
kukatakan mereka itu liar, hm, mereka nampaknya cukup sopan. Wajah mereka bukan
wajah-wajah pemuda yang nakal dan urakan. Lalu apa? aku tak tahu, aku tak mau
menghakimi.
Bicara pemuda adalah bicara bangsa. Di
dunia ini, tak ada satu bangsa pun yang dapat menegakkan martabatnya tanpa
peran pemuda. Pemuda ibarat darah bagi tubuh sebuah bangsa. Maka jika pemuda
lemah, loyo, malas, tak punya kreativitas, tak punya inovasi, berleha-leha,
tidak bermasyarakat dan hanya mengikuti egonya, mati rasa, maka tamatlah sebuah
bangsa. Karena itulah jauh-jauh hari Soekarno mengatakan bahwa ia hanya
memerlukan 10 orang pemuda saja untuk mengguncangkan dunia.
Soekarno begitu
paham bahwa apa yang dilakukan pemuda dapat berpengaruh signifikan pada
kehidupan. Lalu apa yang terjadi saat ini di Indonesia yang jumlah penduduknya
didominasi kaum muda? tak perlu jauh-jauh menghitung, atau menginventarisir
karya pemuda dari seluruh Indonesia, di Jakarta saja sebagai ikon bangsa, apa
yang telah dilakukan pemuda? misalnya pemuda-pemuda yang saban hari kulihat
itu.
Pemuda, terutama mahasiswa, merupakan
anggota masyarakat yang intelektual sehingga perannya sangat dibutuhkan dalam
mewujudkan tatanah kehidupan yang berimbang. Sejatinya, pemuda tidak menjadi beban
dalam kehidupan bermasyarakat melainkan menjadi aktor perubahan. Pemuda harus
memberikan teladan kepada masyarakat, dalam hal apapun. Jika pemuda tak
melakukan tindakan-tindakan solutif atas persoalan bangsa, maka bagaimana
mungkin kita berharap pada perubahan yang dinahkodai masyarakat awam?
Satu contoh kecil saja. Setiap hari, para
pemuda yang kulihat itu nampaknya begitu menikmati kondisi 'seadanya' di tempat
mereka biasa sarapan pagi, ngobrol atau merokok. Jalanan yang kotor dan
berpolusi, sampah berserakan di selokan, lalat-lalat beterbangan tak tentu
arah, sungai yang berisi sampah, bantaran sungai yang disesaki sampah,
warung-warung yang nampak tidah higienis, dan tentu saja tak ada aroma yang
dapat menyegarkan selain BAU.
Kurasa setiap hari mereka melakukan
aktivitas yang sama. Mengapa mereka tak melakukan perubahan? mengapa mereka tak
sedikit saja membantu masyarakat sekitar membersihkan wilayah tersebut? mengapa
mereka nampak nyaman saat melemparkan begitu saja bungkus makanan ke selokan atau
jalanan? benarkan ini sikap pemuda terpelajar yang menimba ilmu di jantung
Indonesia?
Begitu sulit pemuda dari berbagai wilayah
di Indonesia menegakkan sumpahnya. Sumpah Pemuda. Sumpah yang mereka
kumandangkan sebagai bukti bahwa perjuangan menegakkan kemerdekaan Indonesia
tak mungkin tercapai tanpa persatuan dan kesamaan strategi. Kemerdekaan begitu
mahal, lebih mahal dari benda berharga manapun di dunia ini. Semangat itu,
khawatirnya, hanya menjadi slogan saja bagi pemuda saat ini. Pemuda yang tak paham
bagaimana melanjutkan perjuangan mereka dengan mengisi kemerdekaan dan
mempertahankan kemerdekaan itu dari penjajahan baru (neo kolonialisme).
Untuk hal kecil dan remeh temeh seperti
tertib 'membuang sampah pada tempatnya saja begitu sulit dilakukan', maka
bagaimana mungkin pemuda akan bicara mengenai keadilan hukum, ekonomi dan
lingkungan? bagaimana pemuda mau bicara mengenai pemberantasan KKN? bagaimana
mungkin pemuda akan bicara mengenai mengembalikan martabat dan kehormatan
bangsa ini dihadapan bangsa lain? bagaimana mungkin pemuda tak merasa malu
meminta para 'veteran pejabat' harus berlaku adil pada bangsa ini? atau
misalnya meminta presiden untuk bersikap patriotik dan selayaknya sebagai
pemimpin sebuah bangsa besar? never,
tak akan pernah terjadi.
Pemuda selalu mengumandangkan lagu semangat
ini;
bergerak dan melaju
menuju Indonesia baru
singsingkan lengan maju
hancurkan semua musuh-musuh
kita pasti menang
melawan penindasan
kita pasti akan menang
Namun, lagu itu, nampak hanya hadir dalam aksi-aksi
jalanan yang memperlihatkan bahwa pemuda itu hebat dan nasionalis. Di lapangan
kehidupan, mana? ngurus sampah bekas bungkus makanan sendiri saja gak becus,
bagaimana bisa mengatakan 'aku bisa mengurus negara'? Hm, zaman yang
membingungkan.
Dalam kaitannya dengan peringatan hari
sumpah pemuda pada 28 Oktober, maka selayaknya pemuda memiliki konsep untuk
melakukan hal-hal sederhana sebelum melakukan gebrakan yang signifikan. Mungkin
salah satu caraya adalah dengan bergotong royong membersihkan sungai-sungai di
Jakarta dari sampah. Indah bukan jika sungai-sungai di Jakarta bebas
sampah? apalagi klo bantarannya ditanami bunga-bunga, serasa di negeri-negeri
dongeng di Eropa.
Hanya dengan cara inilah pemuda dapat
mengembalikan kehormatannya di hadapan generasi tua yang korup dan layak
mengatakan bahwa mereka berbangsa, bertanah air dan berbahasa satu yaitu
Indonesia.
bangun pemuda pemudi indonesia
lengan bajumu singsingkan
untuk negara
masa yang akan datang
kewajibanmu lah
menjadi tanggunganmu terhadap nusa
menjadi tanggunganmu terhadap nusa
Pengalaman hari ini sungguh sangat
berharga.
07 Oktober 2010
No comments:
Post a Comment