![]() |
Hidup adalah sebuah kesempatan antara lahir dan mati seperti jembatan bambu di Kampung Tiga Serangkai, Gunung Katun, Way Kanan, Lampung (Photo oleh: Rinto Macho) |
Judul tulisan ini kupinjam dari motto hidup seseorang yang
kuanggap sebagai guru kehidupan. Sejak bertemu dengannya aku belajar banyak hal
seperti bagaimana sebaiknya menghadapi kekacauan dalam hidup dengan bijak dan
tenang. Satu kali beliau pernah berujar kepadaku agar aku tidak membesar-besarkan
masalah karena sesungguhnya manusia itu hanya debu di semesta. Beliau juga
mengatakan kepadaku agar aku fokus saja pada upaya meningkatkan potensi diri
dan berkarya bagi kehidupan. Padahal, beliau bukan juga manusia yang luput dari
masalah dan kesedihan. Alih-alih membebani pundaknya dengan masalah yang sedang
dihadapi, beliau berupaya membuat hidupnya berjalan dengan penuh
kegembiraan.
Tulisan ini adalah tentang refleksi hidupku. Jika seorang
sahabat mengatakan bahwa hidup adalah kesempatan, maka tulisan ini sekaligus
kontemplasi atas kesempatan hidup yang Tuhan berikan padaku. Dan waktu terus
bergerak tanpa bisa kuhentikan. Waktu berlari dari arah belakang seakan hendak
menikamku dan dari arah depan seperti menarik leherku.
MENERIMA DIRI
Kehidupan sebenarnya telah mendidikku untuk menerima keadaan
diri dan lingkunganku. Setiap manusia tak bisa memilih dari rahim dan keluarga
macam apa dia dilahirkan. Tak seorangpun bayi dapat memilih agar tak terlahir
dari keluarga berantakan dan hancur, bahkan dari tubuh seorang pelacur. Tapi
manusia berhak memilih dengan cara apa dia akan menerima lingkungan tempat
tumbuh kembangnya. Ayahku selalu mendidikku dengan cara ini, tapi aku
menampiknya karena semasa remaja aku lebih melihat ayahku berubah jadi manusia
apatis dan fatalis dan aku membenci kedua sikap itu. Ayahku telah membuatku
harus belajar dan bekerja lebih keras dari siapapun, bahkan dari dirinya
sendiri. Bagiku, menerima diri bukan diam dalam diri yang apa adanya, melainkan
harus terus tumbuh menjadi diri yang terbaik. Karena itulah aku terus merutuki
keadaan yang selama 26 tahun rasanya hanya aku yang berjuang sendirian,
sementara yang lain menerima keadaan begitu saja. Tapi berjuang sendirian
ternyata sangat melelahkan. Aku nyaris putus asa. Saat aku sedang berada di
jurang keputusasaan dan tak tahu harus berbuat apa, dia hadir dalam hidupku.
Dia mengulang pelajaran yang ayahku berikan: menerima diri. Agar aku melihat
segala peristiwa dengan cara positif. Berhenti merutuk. Berbahagialah.
RENDAH HATI
Ayahku bilang agar aku selalu bersikap rendah hati. Dan
kadang-kadang aku lupa. Kadang-kadang aku sok tahu dan merasa benar sendiri.
Ada banyak peristiwa yang Tuhan hadirkan untuk memukulku agar aku kembali ke
jalan rendah hati. Pun saat dia datang dan mengajarkanku soal sikap rendah
hati, aku terhenyak karena dia sangat rendah hati padahal dia lebih cerdas dan
lebih banyak pengalaman dariku. Dia bilang, manusia hanya sebutir debu di
semesta, karena itu manusia tidak pernah punya hak untuk menyombongkan diri
meski di hadapan manusia lain yang dalam kaca mata manusia mungkin merupakan
seorang penjahat lagi bodoh yang menyebalkan.
BELAJAR TERUS...
Ayahku bilang agar aku selalu belajar dan tak pernah berhenti
belajar. Beliau bilang, hanya kesempatan dan restu yang mampu beliau berikan
padaku untuk terus belajar pada siapa saja, karena beliau merasa manusia bodoh.
Ayahku tak melarangku pergi ke manapun selagi aku bisa belajar pada siapa saja
dan apa saja, bahkan saat melepasku pergi sendiri ke benua lain yang tak pernah
terjangkau bahkan dalam mimpinya. Ayahku ingin aku mencapai apa yang aku
inginkan dan tidak bernasib seperti dirinya saat muda. Tetapi kadang-kadang aku
malas dan merasa cukup, dan berhenti belajar. Karena itu, saat dia hadir dalam
hidupku dan memintaku belajar ke orang-orang penting aku merasa Tuhan sedang
mengabulkan keinginan ayahku atas diriku. Jika ayahku tak bisa keluar kampung
halaman kami yang sempit untuk melihat dunia, maka pengorbananya adalah jalan
bagiku untuk menembus ruang pengetahuan dunia yang kini tanpa batas. Dia adalah
guru baru dalam hidupku, sekaligus jembatan bagiku untuk berguru pada
orang-orang cerdas dan bijak lain yang kelak akan kutemui melaluinya.
Belajar makna kehidupan dari sungai yang mengalir di kampung wisata lestari Gedung Batin, Way Kanan, Lampung (Photo oleh: Rinto Macho) |
BERSABAR
Ini adalah pengalaman dan pelajaran terpanjang yang tak pernah kenal waktu. Ditarik dari kehidupan normal sejak masih kecil dan harus menjalani pengalaman hidup yang berbeda selama 26 tahun belakangan membuatku harus terus mengulangi pelajaran ini. Entah sudah berapa ribu kali aku menangis karena kadang aku sudah tak sanggup lagi bersabar. Kadangkala aku merasa sangat lelah dan bosan sampai-sampai aku ingin tidur dan tak pernah bangun lagi. Dan kadang-kadang aku ingin mati. Tapi Tuhan selalu membangunkanku dan memaksaku mengikuti pelajaran satu ini. Mungkin ini pelajaran paling penting dalam hidupku. Aku sedang sangat tidak sabar, sangat lelah, sangat jenuh dan sangat ingin marah saat Tuhan mengirim dia padaku. Ya, kadang-kadang dia menghajarku dengan nasehat yang sangat panjang dan pedas agar aku kembali bersabar. Kali lain, dia sengaja yang membuatku menjadi tidak sabar agar aku lebih bersabar. Mungkin, pelajaran kesabaran hanya akan selesai saat aku mati nanti. Jadi, meski kadang sangat menjengkelkan, sekarang aku akan lebih bersabar terhadap apa pun
Ini adalah pengalaman dan pelajaran terpanjang yang tak pernah kenal waktu. Ditarik dari kehidupan normal sejak masih kecil dan harus menjalani pengalaman hidup yang berbeda selama 26 tahun belakangan membuatku harus terus mengulangi pelajaran ini. Entah sudah berapa ribu kali aku menangis karena kadang aku sudah tak sanggup lagi bersabar. Kadangkala aku merasa sangat lelah dan bosan sampai-sampai aku ingin tidur dan tak pernah bangun lagi. Dan kadang-kadang aku ingin mati. Tapi Tuhan selalu membangunkanku dan memaksaku mengikuti pelajaran satu ini. Mungkin ini pelajaran paling penting dalam hidupku. Aku sedang sangat tidak sabar, sangat lelah, sangat jenuh dan sangat ingin marah saat Tuhan mengirim dia padaku. Ya, kadang-kadang dia menghajarku dengan nasehat yang sangat panjang dan pedas agar aku kembali bersabar. Kali lain, dia sengaja yang membuatku menjadi tidak sabar agar aku lebih bersabar. Mungkin, pelajaran kesabaran hanya akan selesai saat aku mati nanti. Jadi, meski kadang sangat menjengkelkan, sekarang aku akan lebih bersabar terhadap apa pun
BERSERAH DIRI
Beriman kepada Tuhan tanpa berserah diri padaNya mungkin omong kosong belaka. Itu juga yang ayahku ajarkan padaku sejak kecil. Meski aku selalu bertanya ini-itu dan komplain terhadap ini-itu dan tidak sabar atas ini-itu, ayahku selalu memintaku berserah diri kapada Tuhan, agar Tuhanlah yang membantuku menyelesaikan urusanku. Misalnya agar aku jangan pernah meninggalkan shalat dan berusaha shalat tepat waktu. Ya, kadang-kadang aku sangat taat dan rajin seakan-akan aku ini ahli ibadah, meski di saat lainnya aku menjadi sangat pemalas seakan-akan aku ini pendosa yang tak pernah diajari cara bertemu dengan Tuhan. Kadang aku menerima segala takdir Tuhan atasku, meski di saat lain aku merasa bahwa Tuhan tidak adil padaku. Ritual ibadahku sedang sangat kacau balau saat Tuhan mengirim dia padaku, manusia yang menurutku ritual ibadahnya sama kacaunya denganku. Tuhan maunya apa sih? Tetapi kemudian aku sadar bahwa Tuhan sedang berusaha mengajariku mengenal dan berserah padaNya dengan cara lain. Dia bilang, selalu ada peran tangan Tuhan di setiap kejadian. Jadi, sebagai manusia kita hanya harus berusaha sekuat tenaga, sisanya serahkan kepada Tuhan. Biar Tuhan menyelesaikan apa yang menjadi urusanNya.
Berserah diri itu mirip matahari tenggelam pada sore hari untuk tebrit pada pagi berikutnya. Taman Ryacudu, Blambangan Umpu, Way Kanan, Lampung (Photo oleh: Rinto Macho) |
Satu tahun yang telah lalu begitu berharga bagiku, meskipun beberapa target tidak tercapai semestinya. Mungkin karena aku kurang ambisius dan disiplin untuk mencapainya. Meski demikian, aku berterima kasih pada diriku sendiri karena telah melalui satu tahun kemarin dengan sangat baik. Karena dibalik kerja keras, air mata, kekecewaan dan semangat yang hancur lebur, pada akhirnya Tuhan memberiku hadiah yang tak pernah kusangka.
Jika engkau selembar daun yang jatuh ke sungai, ikutilah arusnya hingga membawamu ke laut lepas. Jika engkau selembar daun yang melayang terbawa angin, menarilah bersamanya sampai ia membawamu ke suatu tempat. Sebab hidup adalah tentang bagaimana diri membawa sepasang kaki melangkah. Maka melangkahlah dengan tenang dan penuh keyakinan agar sampai tujuan dengan senyum bahagia (ini nasehat pada diri sendiri karena jatah hidup sudah berkurang lagi 1 tahun, agar tahun-tahun berikutnya lebih baik).
Terima kasih diriku...
Mari bersyukur dan menikmati hidup yang gembira...
Lampung, 18 Mei 2017
Lampung, 18 Mei 2017
betul memang paling benar ya bersyukur itu akan lbh membahagiakan
ReplyDeleteMakasih udah mampir mba Tira dan memang benar bahwa bersyukur itu lebih membahagiakan
DeleteBersabar dan rendah hati adalah kunci menapaki kehidupan
ReplyDeleteMakasih sudah mampir videostrip.com. Memang betul hehe
DeleteAdalah suatu inspirasi bagi saya menemukan dan memahami tulisan ini. Kisah hidupmu adalah pelajaran berharga bagiku. Thanks..
ReplyDeleteMakasih sudah mampir Makruf dan karena menjadikan tulisan sederhana ini sebagai pelajaran hidup.
Delete